Candi Muarojambi
Candi Muarojambi merupakan kompleks percandian yang terletak di Desa Muarojambi, Kec. --?--, Kab. Muarojambi, 26 km dari Kota Jambi. Menurut Lonely Planet : Indonesia (2003, p 521), kompleks candi Muara Jambi menandai lokasi kota kuno Jambi yang merupakan ibukota Kerajaan Malayu sekitar 1000 tahun yang lalu.
Untuk bisa mencapai Candi Muarojambi, cara yang paling aman adalah menyewa mobil termasuk sopir lokal dari kota Jambi. Informasi bisa didapat dari petugas hotel tempat kita menginap. Tidak ada angkutan umum yang sampai ke kompleks candi. Kami mencoba mencari angkutan umum di pangkalan angkutan di depan Ramayana WTC Batanghari, Jambi, ternyata angkutan tersebut tidak sampai kompleks candi dan harus disambung dengan ojek motor. Seorang sopir angkutan menawari kami untuk mencharter untuk bolak-balik dan menunggu di lokasi candi selama 1 jam dengan ongkos Rp. 150.000. Jenis kendaraannya adalah minibus model Suzuki Carry dan sejenisnya. Kami juga mendapat informasi bahwa kompleks candi ini bisa dicapai dengan speedboat dari dermaga di Jambi, tapi kita tidak mendapatkan informasi lebih lanjut dan tidak cukup waktu untuk mencoba. Kami akhirnya menuju kompleks candi dengan menyewa mobil dengan harga murah atas jasa baik seorang teman.
Jalan menuju Muarojambi mulus hanya sepanjang jalan trans Sumatra. Begitu jalan berbelok kanan ke arah Muaro Kecil, jalan beraspal dengan kualitas rendah dan sempit, dan banyak binatang peliharaan lalu lalang, jadi pengemudi harus waspada. Candi Muarojambi kami tempuh dalam 1,5 jam perjalanan dari kota Jambi. Perjalanan ditempuh melalui perkampungan penduduk dengan rumah-rumah panggung dari kayu dan hutan campuran menjelang kompleks candi.
Kompleks Candi Muarojambi tampaknya sudah ditata secara baik oleh pemerintah, namun sarana pendukungnya tampak kurang terawat. Lahan parkir misalnya sudah ditumbuhi rumput liar. Tiket masuk yang murah (Rp. 1000 per orang) dan pengunjung yang sepi, mungkin menyebabkan pengelola tidak memiliki cukup dana untuk merawatnya dengan seksama. Namun demikian keadaan di sekitar candi dan museum tampak bersih dan terawat.
Bangunan paling menonjol di kompleks ini adalah Candi Gumpung yang berdiri ditengah tanah lapang seluas lapangan bola dikelilingi tembok rendah. Bangunannya berbentuk segi empat terbuat dari bata merah dengan gerbang yang dihiasi sebuah makara pada satu undakannya. Pintu candi yang kupikir adalah pintu menuju menuju ruang dalam candi ternyata buntu, tertutup oleh tembok batu bata. Tidak ada jalan masuk menuju ruang dalam candi. Apakah bentuk candi memang seperti itu, atau pintu itu sengaja ditutup pada tahun-tahun belakangan karena suatu alasan? Menurut perkiraanku, candi ini merupakan makam seorang raja atau orang penting lainnya yang ditutup rapat untuk menjaga kesakralannya.
Tak jauh dari situ, terdapat Candi Tinggi, yang merupakan candi yang sudah direstorasi secara utuh dan terlihat paling indah di seluruh kompleks. Berukuran 16,2 x 16,3 m2, candi ini berdasarkan keterangan yang ada disitu merupakan tempat peribadatan agama Budha Tantrayana. Candi Tinggi juga dikelilingi pagar tembok rendah, sekompleks dengan beberapa reruntuhan candi perwara dan stupa. Didepan kompleks Candi Tinggi terdapat satu candi yang tengah direstorasi.
Masih ada beberapa candi lagi disekitar Candi Gumpung yang tidak sempat kami kunjungi. Menurut Lonely Planet : Indonesia (2003, p 522) terdapat pula Candi Astano (sekitar 1,5 km dari Candi Gumpung), Candi Kembar Batu, Candi Gedong Satu, Candi Gedong Dua (900m), Candi Kedaton (1,5 km) dan Candi Koto Mahligai.
Masih dalam kompleks Candi Muarojambi, tak jauh cari Candi Gumpung dibangun sebuah museum kecil untuk menampung temuan-temuan penting di kompleks ini. Di dalam museum tersimpan antara lain patung Pradnyaparamitha, peripih, koin-koin China kuno, kendi-kendi, batu berelief dan lain-lain.
Memasuki Muarojambi, serasa kita berkelana dengan mesin waktu, melihat dengan mata kepala sendiri kemegahan Kerajaan Malayu. Bebatuan yang terserak belantara hutan ditepian sungai Batanghari itu mungkin telah menjadi saksi kemegahan dan kehancuran Kerajaan Malayu yang masyhur. Hiruk pikuk kedatangan armada China (672), pendudukan oleh kerajaan Sriwijaya (692-abad 11), pendudukan oleh kerajaan Majapahit (1278 – 1520) dan kedatangan East India Company (1616) yang menjadikan Jambi sebagai bandar utamanya, menjadi bukti pentingnya Kerajaan Malayu ini dimasa lalu.
Candi Muarojambi merupakan kompleks percandian yang terletak di Desa Muarojambi, Kec. --?--, Kab. Muarojambi, 26 km dari Kota Jambi. Menurut Lonely Planet : Indonesia (2003, p 521), kompleks candi Muara Jambi menandai lokasi kota kuno Jambi yang merupakan ibukota Kerajaan Malayu sekitar 1000 tahun yang lalu.
Untuk bisa mencapai Candi Muarojambi, cara yang paling aman adalah menyewa mobil termasuk sopir lokal dari kota Jambi. Informasi bisa didapat dari petugas hotel tempat kita menginap. Tidak ada angkutan umum yang sampai ke kompleks candi. Kami mencoba mencari angkutan umum di pangkalan angkutan di depan Ramayana WTC Batanghari, Jambi, ternyata angkutan tersebut tidak sampai kompleks candi dan harus disambung dengan ojek motor. Seorang sopir angkutan menawari kami untuk mencharter untuk bolak-balik dan menunggu di lokasi candi selama 1 jam dengan ongkos Rp. 150.000. Jenis kendaraannya adalah minibus model Suzuki Carry dan sejenisnya. Kami juga mendapat informasi bahwa kompleks candi ini bisa dicapai dengan speedboat dari dermaga di Jambi, tapi kita tidak mendapatkan informasi lebih lanjut dan tidak cukup waktu untuk mencoba. Kami akhirnya menuju kompleks candi dengan menyewa mobil dengan harga murah atas jasa baik seorang teman.
Jalan menuju Muarojambi mulus hanya sepanjang jalan trans Sumatra. Begitu jalan berbelok kanan ke arah Muaro Kecil, jalan beraspal dengan kualitas rendah dan sempit, dan banyak binatang peliharaan lalu lalang, jadi pengemudi harus waspada. Candi Muarojambi kami tempuh dalam 1,5 jam perjalanan dari kota Jambi. Perjalanan ditempuh melalui perkampungan penduduk dengan rumah-rumah panggung dari kayu dan hutan campuran menjelang kompleks candi.
Kompleks Candi Muarojambi tampaknya sudah ditata secara baik oleh pemerintah, namun sarana pendukungnya tampak kurang terawat. Lahan parkir misalnya sudah ditumbuhi rumput liar. Tiket masuk yang murah (Rp. 1000 per orang) dan pengunjung yang sepi, mungkin menyebabkan pengelola tidak memiliki cukup dana untuk merawatnya dengan seksama. Namun demikian keadaan di sekitar candi dan museum tampak bersih dan terawat.
Bangunan paling menonjol di kompleks ini adalah Candi Gumpung yang berdiri ditengah tanah lapang seluas lapangan bola dikelilingi tembok rendah. Bangunannya berbentuk segi empat terbuat dari bata merah dengan gerbang yang dihiasi sebuah makara pada satu undakannya. Pintu candi yang kupikir adalah pintu menuju menuju ruang dalam candi ternyata buntu, tertutup oleh tembok batu bata. Tidak ada jalan masuk menuju ruang dalam candi. Apakah bentuk candi memang seperti itu, atau pintu itu sengaja ditutup pada tahun-tahun belakangan karena suatu alasan? Menurut perkiraanku, candi ini merupakan makam seorang raja atau orang penting lainnya yang ditutup rapat untuk menjaga kesakralannya.
Tak jauh dari situ, terdapat Candi Tinggi, yang merupakan candi yang sudah direstorasi secara utuh dan terlihat paling indah di seluruh kompleks. Berukuran 16,2 x 16,3 m2, candi ini berdasarkan keterangan yang ada disitu merupakan tempat peribadatan agama Budha Tantrayana. Candi Tinggi juga dikelilingi pagar tembok rendah, sekompleks dengan beberapa reruntuhan candi perwara dan stupa. Didepan kompleks Candi Tinggi terdapat satu candi yang tengah direstorasi.
Masih ada beberapa candi lagi disekitar Candi Gumpung yang tidak sempat kami kunjungi. Menurut Lonely Planet : Indonesia (2003, p 522) terdapat pula Candi Astano (sekitar 1,5 km dari Candi Gumpung), Candi Kembar Batu, Candi Gedong Satu, Candi Gedong Dua (900m), Candi Kedaton (1,5 km) dan Candi Koto Mahligai.
Masih dalam kompleks Candi Muarojambi, tak jauh cari Candi Gumpung dibangun sebuah museum kecil untuk menampung temuan-temuan penting di kompleks ini. Di dalam museum tersimpan antara lain patung Pradnyaparamitha, peripih, koin-koin China kuno, kendi-kendi, batu berelief dan lain-lain.
Memasuki Muarojambi, serasa kita berkelana dengan mesin waktu, melihat dengan mata kepala sendiri kemegahan Kerajaan Malayu. Bebatuan yang terserak belantara hutan ditepian sungai Batanghari itu mungkin telah menjadi saksi kemegahan dan kehancuran Kerajaan Malayu yang masyhur. Hiruk pikuk kedatangan armada China (672), pendudukan oleh kerajaan Sriwijaya (692-abad 11), pendudukan oleh kerajaan Majapahit (1278 – 1520) dan kedatangan East India Company (1616) yang menjadikan Jambi sebagai bandar utamanya, menjadi bukti pentingnya Kerajaan Malayu ini dimasa lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar